Kondisi Ekonomi Dalam Negeri
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2025 tercatat sebesar 4,87% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp5.665,9 triliun. Secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,98%. Capaian ini memunculkan kekhawatiran terhadap prospek ekonomi nasional ke depan, mengingat tantangan yang dihadapi masih cukup kompleks.
Belajar Gratis Saham dan Reksadana: Klik Link Berikut
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap ketegangan geopolitik yang terjadi antara India dan Pakistan. Ketegangan ini dinilai menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan domestik. BI menegaskan bahwa dinamika geopolitik global masih menjadi faktor risiko terhadap stabilitas ekonomi nasional dan arus modal.
Namun, di tengah tekanan tersebut, terdapat sinyal positif dari sisi konsumsi domestik. Data Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Maret 2025 mencatat pertumbuhan sebesar 5,5% (YoY), terutama ditopang oleh peningkatan permintaan pada sektor makanan, minuman, tembakau, dan sandang. Secara bulanan, penjualan eceran tumbuh signifikan sebesar 13,6% (month-to-month), mencerminkan pemulihan permintaan masyarakat yang mengindikasikan peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga.
Perkembangan Pasar Global
Di sisi global, pasar keuangan menghadapi tekanan dari melambatnya aktivitas ekonomi Amerika Serikat (AS). Data Purchasing Managers’ Index (PMI) AS untuk April tercatat sebesar 51,4, turun dari periode sebelumnya dan di bawah ekspektasi pasar. Hal ini menunjukkan perlambatan aktivitas sektor swasta di negara tersebut.
Selain itu, komentar Presiden AS Donald Trump terkait rencana pengenaan tarif tambahan terhadap barang impor dari China kembali meningkatkan ketidakpastian di pasar global. Ketegangan dagang ini turut diperburuk oleh pelebaran defisit neraca perdagangan AS sebesar 14%, menjadi US$140,5 miliar. Kondisi ini memperkuat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global, terlebih setelah AS mengalami tiga kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi negatif.
Sebagai respons terhadap dinamika tersebut, indeks-indeks utama di Asia dan Amerika menunjukkan pergerakan yang bervariasi. Hal ini mencerminkan sikap hati-hati investor dalam merespons ketidakpastian global yang terus berkembang.
Analisa IHSG

Sepanjang bulan Mei 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang sangat impresif dengan tren kenaikan yang kuat dan konsisten. Setelah sempat mengalami tekanan signifikan pada bulan-bulan sebelumnya, IHSG memantul dari level terendah di kisaran 5.900 dan mencatat reli tajam hingga menutup bulan Mei di level 7.214. Kenaikan ini menandai lonjakan lebih dari 20% dalam waktu relatif singkat, mencerminkan kembalinya kepercayaan investor terhadap pasar saham domestik.
Momentum kenaikan yang terjadi selama Mei terlihat sangat solid, ditandai dengan deretan candle hijau berturut-turut tanpa adanya koreksi berarti. Pergerakan ini mencerminkan dominasi sentimen positif dan kuatnya minat beli di pasar. Salah satu pencapaian penting dalam pergerakan bulan ini adalah keberhasilan IHSG menembus dan bertahan di atas level resistance psikologis 7.200. Ini merupakan level yang sebelumnya menjadi area konsolidasi di awal tahun dan kini berubah menjadi support potensial untuk pergerakan ke depan.
Meski volume transaksi tidak ditampilkan dalam grafik, kenaikan secepat dan setegas ini umumnya didukung oleh peningkatan volume perdagangan, yang memperkuat validitas tren naik tersebut. Jika IHSG mampu bertahan di atas level 7.200, maka terbuka peluang bagi indeks untuk menguji resistance berikutnya di kisaran 7.400 hingga 7.500 dalam waktu dekat.
Namun demikian, setelah reli tajam selama hampir sebulan penuh, potensi koreksi jangka pendek atau pullback tetap perlu diantisipasi sebagai bagian dari pergerakan pasar yang sehat. Koreksi ini bisa menjadi peluang akumulasi bagi investor yang masih menunggu titik masuk yang lebih ideal.
Secara keseluruhan, pergerakan IHSG di bulan Mei 2025 menggambarkan fase pemulihan yang kuat dari tekanan sebelumnya, didukung oleh membaiknya sentimen domestik, stabilitas nilai tukar, serta optimisme terhadap pemulihan ekonomi Indonesia
Baca Juga: IHSG dan Bursa Asia Hadapi Tekanan Global, Potensi Rebound
Rekomendasi Saham Berdasarkan Sektor Strategis Mei 2025
1. Sektor Konsumer: Penopang Utama Pemulihan Domestik
Di tengah perlambatan ekonomi nasional pada kuartal I 2025, sektor konsumer justru menunjukkan ketahanan yang kuat dan menjadi penopang penting bagi prospek pemulihan. Hal ini tercermin dari data Indeks Penjualan Riil (IPR) yang tumbuh sebesar 5,5% secara tahunan dan mencatat lonjakan signifikan sebesar 13,6% secara bulanan pada Maret 2025. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh permintaan yang tinggi terhadap produk makanan, minuman, tembakau, dan sandang, yang mencerminkan menguatnya daya beli masyarakat.
Melihat tren ini, saham-saham emiten konsumer besar seperti Indofood CBP (ICBP) dan Mayora Indah (MYOR) berpotensi melanjutkan penguatan, seiring pulihnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, emiten rokok seperti Gudang Garam (GGRM) dan HM Sampoerna (HMSP) juga diperkirakan akan mendapat sentimen positif dari stabilnya permintaan domestik di tengah tekanan eksternal. Dengan IHSG yang terus menguat, saham-saham di sektor ini menawarkan kombinasi antara defensif dan potensi pertumbuhan, menjadikannya pilihan menarik bagi investor yang mencari kestabilan dalam portofolio mereka.
2. Sektor Infrastruktur: Antisipasi Dorongan Fiskal
Sektor infrastruktur juga layak mendapat perhatian, mengingat potensi dukungan pemerintah melalui stimulus fiskal untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Di tengah kekhawatiran akan kontraksi ekonomi kuartalan, pemerintah diperkirakan akan mempercepat belanja modal, terutama untuk proyek pembangunan nasional yang bersifat padat karya.
Saham-saham konstruksi pelat merah seperti Pembangunan Perumahan (PTPP), Wijaya Karya (WIKA), dan Adhi Karya (ADHI) berpotensi mendapatkan katalis positif dari peningkatan realisasi anggaran infrastruktur. Meskipun sektor ini sempat mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir, reli IHSG pada Mei 2025 membuka peluang teknikal untuk rebound lebih lanjut. Sentimen positif dari rencana percepatan proyek strategis nasional akan semakin memperkuat prospek jangka menengah sektor ini.
3. Sektor Energi: Peluang di Tengah Ketidakpastian Global
Ketegangan geopolitik global, termasuk antara India dan Pakistan serta memanasnya hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China, mendorong volatilitas harga komoditas energi. Meskipun ketidakpastian ini menjadi risiko, sektor energi tetap menyimpan peluang, terutama bagi emiten dengan eksposur kuat pada komoditas ekspor seperti batu bara dan logam.
Saham-saham seperti Adaro Energy (ADRO) dan Bukit Asam (PTBA) masih menjadi andalan di tengah potensi meningkatnya permintaan dari negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok. Di sisi lain, emiten seperti Merdeka Copper Gold (MDKA) juga menarik, karena memiliki eksposur terhadap logam mulia dan tembaga, yang cenderung dicari investor saat ketegangan global meningkat. Meskipun sektor energi lebih sensitif terhadap fluktuasi global, investor dengan profil risiko moderat hingga agresif bisa mempertimbangkan akumulasi terbatas pada level harga yang menarik.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia pada awal tahun 2025 menghadapi tantangan baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun terdapat tekanan dari sisi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pasar keuangan, peningkatan konsumsi domestik menjadi penopang yang penting bagi optimisme pemulihan. Di sisi global, ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan proteksionis masih menjadi risiko utama. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang adaptif dan sinergi yang kuat antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor riil untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.
*Disclaimer: Artikel berikut merupakan analisa yang bertujuan untuk edukasi investasi. Segala keputusan investasi pelaku pasar serta resiko yang menyertai merupakan tanggung jawab masing-masing investor.